Keberhasilan standardisasi tidak akan terlepas dari kondisi infrastruktur mutu yang ada di negara tersebut. Infrastruktur mutu mencakup berbagai aspek yang meliputi pengujian, akreditasi, sertifikasi, metrologi, dan pengembangan standar itu sendiri. Dengan demikian, diperlukan integrasi dan pengembangan kapasitas yang memadai untuk seluruh aspek tersebut guna memastikan terciptanya sistem jaminan mutu yang baik.
Gambar 1 Aspek –Aspek Infrastruktur Mutu
Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk menetapkan kegiatan atau produk yang telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengkoreksi kegiatan atau produk yang belum memenuhi ketentuan SNI yang telah diberlakukan wajib tersebut. Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator.
Penilaian kesesuaian akan bergantung dari kapasitas Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang terdiri dari Lembaga Sertifikasi, Laboratorium, dan Lembaga Inspeksi. Kapasitas LPK tidak hanya dilihat dari segi ketersediaan jumlah yang cukup saja namun turut mempertimbangkan aspek kemampuan dalam melaksanakan penilaian kesesuaian itu sendiri. Sehingga kapasitas sumber daya manusia yang ada juga memiliki peranan yang vital.
Pada tahun 2009, terdapat 616 Lembaga Penilaian Kesesuaian yang di Indonesia dengan ruang lingkup yang cukup beragam. Dari jumlah tersebut, 64% atau 397 diantaranya adalah laboratorium uji, 17% atau 102 unit adalah laboratorium kalibrasi, 15% atau 94 unit adalalah lembaga sertifikasi, 3% atau 18 unit adalah lembaga inspeksi, dan sisanya sebanyak 5 unit adalah laboratorium medik.
Gambar 2 Kondisi LPK di Indonesia
Pada tahun 2007 telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan. Dalam Permendag tersebut mulai diberlakukan aturan mengenai pengawasan pemberlakuan SNI Wajib yang mana salah satu poinnya mewajibkan LPK yang mengeluarkan sertifikat kesesuaian terhadap barang yang diberlakukan SNI Wajib untuk didaftarkan pada Pusat Standardisasi Kementerian Perdagangan yang kini bertransformasi menjadi Direktorat Standardisasi.
Setelah diberlakukannya Permendag tersebut, proses pendaftaran terhadap LPK yang mengeluarkan SPPT SNI yang telah diberlakukan wajib dimulai pada tahun 2007 dengan jumlah LPK terdaftar sebanyak 12 lembaga. Seiring dengan peningkatan pemberlakuan SNI Wajib yang diberlakukan oleh kementerian teknis, jumlah LPK terdaftar turut mengalami peningkatan hingga mencapai 19 lembaga pada tahun 2009.
Dari segi ruang lingkupnya, LPK yang terdaftar di Pusat Standardisasi telah mencakup seluruh produk SNI yang telah diberlakukan wajib. Yang mana dari segi luasan ruang lingkup, Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standardisasi Departemen Perindustrian (LSPro – Pustand Depperin) merupakan LPK dengan ruang lingkup terbesar yang mencakup 43 produk SNI wajib. Sementara itu, Lembaga Sertifikasi Produk Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung (LSPro Lampung) dan Lembaga Sertifikasi Produk Agro-Based Industry Product Certification Services (LSPro ABI-Pro) merupakan LPK dengan ruang lingkup terkecil yang keduanya hanya melayani sertifikasi produk tepung terigu sebagai bahan makanan.
Bro, pada alenia ke-6 ada singkatan SPPT SNI. kependekan dari apa tuh?
BalasHapusSertifikasi Produk Penggunaan Tanda SNI...
BalasHapus