Selasa, 05 Januari 2010

PROSPEK DAN KEBUTUHAN PERUMAHAN JANGKA MENENGAH DI INDONESIA 2010 - 2014.

Tempat tinggal dan lingkungan yang layak merupakan hak dasar manusia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H. Pembangunan perumahan dalam rangka memenuhi hak tersebut dilaksanakan oleh berbagai pemangku kepentingan. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, agar mampu menghuni rumah yang layak huni dan terjangkau.

Pembangunan perumahan akan sangat dipengaruhi dari dua sisi, yakni sisi permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dari sisi permintaan, rumah merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia, sehingga pertumbuhan jumlah penduduk memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap pertumbuhan kebutuhan atas rumah. Selain dari sisi kuantitas yang tersedia, kebutuhan atas rumah juga mencakup kebutuhan atas prasarana, sarana, dan utilitas yang baik dan didukung dengan lingkungan yang sehat.

Dari sisi penawaran (supply) pembangunan perumahan akan digerakkan oleh tiga pelaku utama yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. Peran ketiga pelaku tersebut dapat dilihat melalui beberapa variabel makroekonomi yang akan mewakili ketiga unsur pelaku pembangunan tersebut. Peran pemerintah dalam pembangunan perumahan diwujudkan melalui belanja perumahan dan fasilitas umum, masyarakat melalui konsumsi rumah tangga terhadap rumah dan perlengkapan rumah tangga, sedangkan peran swasta dapat diwakili melalui variabel laju pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan pertumbuhan investasi maupun pertumbuhan tingkat output yang dihasilkan dalam perekonomi.

Oleh karena itu, untuk melihat bagaimana pembangunan perumahan secara sederhana dapat dilakukan melalui bentuk model makroekonomi sebagai berikut:

〖Rumah〗_t= ∝_0+ ∝_1 〖Gov〗_t+ ∝_2 〖Mas〗_t+ ∝_3 〖LPE〗_t+ϵ_t

Dimana:
Rumah : Jumlah Rumah Terbangun
Gov : Pengeluaran pemerintah untuk perumahan dan fasilitas umum
Mas : Pengeluaran Masyarakat untuk rumah dan perlengkapan rumah tangga
LPE : Laju pertumbuhan ekonomi
α : Konstanta
t : Waktu (tahun)

Kebutuhan Perumahan Jangka Menengah

Pada tahun 2004, jumlah kekurangan rumah (backlog) di Indonesia mencapai 5,8 juta unit. Nilai ini diperkirakan meningkat menjadi 7,4 juta unit pada tahun 2009 akibat pembangunan perumahan tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat. Untuk itu, guna menurunkan angka backlog yang ada, pembangunan perumahan harus mampu menyamai tingkat pertumbuhan rumah tangga serta jumlah backlog yang ingin diselesaikan.

Sepanjang periode 2010 – 2014, pertumbuhan rumah tangga baru diperkirakan akan mencapai 3,54 juta rumah tangga. Dengan demikian dengan target penurunan backlog sebesar 25% atau 1,84 juta rumah pada periode RPJM 2010 – 2014, maka kebutuhan pembangunan perumahan pada periode 2010 – 2014 akan mencapai 5,39 juta unit.

Tabel 1. Kebutuhan Pembangunan Perumahan 2010 – 2014

sumber: Hasil Perhitungan (2009)

Prospek Ekonomi Jangka Menengah

Sebagaimana model makroekonomi sederhana yang telah dibangun diatas, untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah jangka panjang akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran pemerintah dan masyarakat atas perumahan dan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Secara makro perkembangan perekonomian dunia yang memburuk dan belum munculnya tanda-tanda akan segera berakhirnya krisis global menyebabkan prospek perekonomian Indonesia ke depan masih diliputi oleh nuansa ketidakpastian yang tinggi. Dampak krisis dipastikan akan memberikan tekanan yang cukup signifikan, tidak saja pada perekonomian domestik jangka pendek, namun juga akan mempengaruhi lintasan variabel-variabel kunci ekonomi makro dalam jangka menengah.

Walau demikian, perekonomian Indonesia dalam jangka menengah diperkirakan akan tetap bergerak dalam lintasan pertumbuhan ekonomi yang makin tinggi, namun mampu dibarengi dengan tetap terkendalinya tingkat inflasi. Permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan utama pertumbuhan ekonomi, seperti yang telah ditunjukkan dalam satu dasawarsa terakhir. Sementara itu, kinerja ekspor juga akan kembali mengalami penguatan sejalan dengan mulai bangkitnya perekonomian global. Kuatnya sisi permintaan ini mampu diimbangi dengan meningkatnya daya dukung kapasitas perekonomian, sehingga mampu menjaga kecukupan di sisi produksi. Terjaganya keseimbangan antara sisi permintaan dan penawaran inilah yang merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan perekonomian mampu terus tumbuh tanpa harus mengorbankan stabilitas harga.

Dengan adanya optimisme keberhasilan implementasi kebijakan penanganan krisis di berbagai negara terutama di negara maju seperti AS dan negara-negara di kawasan Eropa, perekonomian dunia diperkirakan mulai mengalami rebound pada tahun 2010. Ekspansi perekonomian dunia tersebut diharapkan terus berlanjut secara bertahap hingga tahun 2014. Untuk Indonesia, keberhasilan implementasi paket stimulus fiskal yang berspektrum jangka pendek terkait dengan upaya pencegahan dan penanganan dampak krisis, juga menjadi pijakan yang sangat penting dan menentukan keberhasilan program perbaikan ekonomi dalam jangka menengah.

Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, perekonomian Indonesia pada tahun 2013 dan 2014 diprakirakan dapat tumbuh masing-masing pada kisaran 5,7 - 6,7% dan 6,0 - 7,0%. Sementara itu, laju inflasi pada tahun 2013 dan 2014 diprakirakan akan berada dalam kisaran 4,4 - 5,4% dan 4,0 - 5,0%, serta pertumbuhan ekspor pada 2014 diperkirakan mencapai 10,5-11,5%.

Tabel 2. Proyeksi Perekonomian Indonesia 2010 – 2014

Kebutuhan Anggaran Pembangunan Perumahan

Kebutuhan anggaran pembangunan perumahan akan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan pembangunan itu sendiri. Anggaran pembangunan perumahan tersebut kemudian akan disalurkan melalui Kementerian Negara Perumahan Rakyat sebagai pelaksana tugas perumahan di Indonesia.

Dalam pembahasan ini, akan disusun dua skenario kebutuhan anggaran pembangunan perumahan. Skenario pertama adalah skenario pertumbuhan anggaran berdasarkan proyeksi ekonomi jangak menengah Indonesia. Skenario ini disusun untuk memprediksi seberapa besar jumlah rumah yang akan terbangun berdasarkan asumsi kenaikan konsumsi perumahan pemerintah dan masyarakat sesuai dengan proyeksi pertumbuhan jangka menengahnya. Dalam skenario ini turut diperhitungkan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat diestimasi berapa banyak rumah yang dapat dibangun dengan sumber daya yang tumbuh berdasarkan proyeksi perekonomian jangka menengah. Dengan demikian, dapat diketahui berapa besar tingkat pencapaian pembangunan yang realitis yang dapat terealisasi dibandingkan kebutuhan rumah yang harus disediakan guna mendapatkan kondisi yang ideal.

Skenario kedua adalah skenario kebutuhan anggaran pembangunan pemerintah yang ideal. Skenario ini disusun untuk memprediksi seberapa besar anggaran perumahan yang dibutuhan oleh pemerintah agar dapat memenuhi target pembangunan guna memenuhi kebutuhan masyarakat atas ketersediaan perumahan yang ideal. Dalam skenario ini ditentukan jumlah rumah yang ingin dicapai serta pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat sesuai dengan hasil proyeksi jangka menengah. Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar kebutuhan dana yang harus dianggarkan oleh pemerintah serta seberapa besar anggaran yang dibutuhkan oleh Kementerian Negara Perumahan Rakyat sebagai pelaksana fungsi bidang perumahan di Indonesia.

Skenario 1 : Target Baseline

Proyeksi jangka menengah Indonesia menunjukkan adanya trend peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik pada tahun 2014 perekonomian Indonesia diyakini mampu tumbuh pada kisaran 6,0 – 7,0% yang didorong oleh perbaikan kondisi perekonomian dunia serta penguatan permintaan domestik. Hal tersebut diyakini pula akan mampu mendorong konsumsi masyarakat sehingga trend pertumbuhannya akan semakin baik dan mencapai 5,1 - 6,1% pada akhir tahun 2014. Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan akan semakin menurun yang disebakan oleh arah kebijakan fiskal yang mengedepankan tercapainya sustainabilitas fiskal (seperti tertuang dalam Kerangka APBN Jangka Menengah-APBN 2009). Dengan kondisi yang demikian, pengeluaran pemerintah yang terdiri atas pengeluaran konsumsi dan investasi diperkirakan mengalami trend pertumbuhan yang menurun dan akan tumbuh pada kisaran 3,8 - 4,8% pada tahun 2014.

Berdasarkan proyeksi perekonomian jangka menengah tersebut, secara umum pengeluaran pembangunan bidang perumahan dan fasilitas umum yang dapat direalisasikan oleh pemerintah akan sebesar Rp. 110,72 Triliun sepanjang periode 2010 – 2014. Nilai tersebut, bila melihat rata-rata peran dan bagian Kementerian Perumahan Rakyat terhadap pembanguan perumahan dan fasilitas umum (secara rata-rata hanya sebesar 5,58% dari anggaran pembangunan perumahan dan fasilitas umum) maka jumlah dana yang dapat disediakan kepada Kementerian Negara Perumahan Rakyat akan mencapai Rp. 6,18 Triliun untuk jangka waktu 2010 – 2014.

Dengan anggaran sebesar itu, sepanjang periode RPJM 2010 – 2014 diperkirakan akan tercapai pembangunan perumahan sebanyak 2,38 juta unit. Pencapaian ini hanya mampu memenuhi 43,77% dari target kebutuhan pembangunan perumahan pada periode tersebut. Tidak terpenuhinya target pembangunan RPJM ini, akan berdampak pada meningkatnya jumlah backlog menjadi 8,56 juta unit pada akhir tahun 2014.

Skenario 2 : Target Ideal

Dalam skenario ini, dilakukan pembalikan arah dimana jumlah rumah terbangun akan ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan target kebutuhan pembangunan perumahan pada periode RPJM 2010 – 2014 sehingga kemudian dapat diketahui berapa besar dana pembangunan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk memenuhi target tersebut. Adapun variabel lain, seperti konsumsi masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi diasumsikan akan tumbuh sesuai dengan proyeksi perekonomian jangka menengah.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk dapat memenuhi target pembangunan perumahan sebanyak 5,39 juta unit pada periode RPJM 2010 – 2014, total anggaran pembangunan perumahan dan fasilitas umum yang harus disediakan oleh pemerintah mencapai Rp. 368,5 Triliun. Dari dana tersebut maka kebutuhan anggaran Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk dapat memenuhi target RPJM mencapai Rp. 20,57 Triliun sepanjang periode 2010 – 2014. Besaran dana tersebut dengan asumsi bahwa tidak terjadi perubahan Tupoksi dari Kementerian Negara Perumahan Rakyat. Sehingga apabila terjadi penambahan Tupoksi seperti penugasan penanganan permukiman kumuh, maka jumlah anggaran yang dibutuhkan tentu akan semakin besar dari nilai tersebut.

Anggaran ini 3,3 kali lebih besar dibandingkan jumlah anggaran yang mampu disediakan oleh pemerintah berdasarkan kondisi perekonomian jangka menengah (skenario 1). Padahal jumlah rumah yang terbangun dengan dana tersebut hanya 2,3 kali lebih besar dibandingkan skenario 1. Perbedaan antara peningkatan jumlah anggaran dengan jumlah pencapaian pembangunan antara skenario 1 dan skenario 2, disebabkan dalam skenario 2 kondisi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi masyarakat adalah sama dengan kondisi pada skenario 1. Sehingga setiap usaha untuk dapat meningkatkan jumlah pembangunan perumahan dari kemampuan skenario 1, seluruhnya harus ditanggung oleh dana pemerintah karena sektor lainnya sudah mencapai nilai optimalnya. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan proporsi dana yang jauh lebih besar dibandingkan hasil pembangunan yang akan diperoleh.

Tabel 3 Perbandingan Kebutuhan Anggaran Kemenpera
dan Pencapaian Pembangunan Perumahan
sumber: Hasil Perhitungan (2009)

Kesimpulan

Secara umum, bila dilihat dari prospek perkembangan perekonomian dalam jangka menengah, anggaran Kementerian Negara Perumahan Rakyat yang mampu disediakan oleh pemerintah sepanjang periode RPJM 2010 – 2014 adalah sebesar Rp. 6,18 Triliun. Dengan anggaran sebesar tersebut, pembangunan perumahan yang dapat direalisasikan diperkirakan akan mencapai 2,36 juta unit atau hanya 43,77% dari target pembangunan sepanjang periode RPJM 2010 – 2014. Selain itu dengan pencapaian sebesar itu, jumlah kekurangan rumah (backlog) pada akhir tahun 2014 diperkirakan akan meningkat menjadi 8,56 juta unit. Untuk dapat memenuhi target pembangunan perumahan yang diamanatkan yakni menurunkan 25% angka backlog pada akhit tahun 2014, Kementerian Negara Perumahan Rakyat memerlukan anggaran sebesar Rp. 20,57 Trilun sepanjang periode 2010 – 2014.

1 komentar: